Saat Aku (Sudah) Menikah

Dan tak terasa sudah hampir 4 bulan aku menjadi istri dari seorang yang padanya aku bersedia mencinta dan mengabdi. Ikrar setia itu kami ucapkan dihadapan orang tua kami dan juga bapak penghulu di Kediri, 9 Juli silam.

Unpredictable… That’s life. Di bulan Oktober setahun yang lalu, dalam sebuah diskusi kecil ttg pernikahan, aku katakan ‘Pernikahan itu bukanlah siapa mengintervensi siapa. Bukan soal istri yang bersedia masuk ke dalam dunia suami, atau sebaliknya. Karena dengan menikah itu dunia kita benar-benar baru.’ Dan kalimat itu terperhatikan oleh seorang yang Alhamdulillah sekarang menjadi suamiku.

Dalam usia pernikahan yang masih sangat segar ini, kami telah mulai dan sedang membangun sebuah dunia baru. Pribadi-pribadi kami pun mengalami pembaharuan. Iya, memang kita tidak harus merubah segalanya setelah menikah. Tapi apa salahnya ketika perubahan itu menawarkan sesuatu yang lebih baik, terutama lebih baik untuk dunia baru yang sedang kami bangun. Aku tidak takut berubah. Dan aku telah berubah.

Bagaimana tidak berubah, ketika aku mengikhlaskan seseorang ‘mendikte’ku. Menyuruh ini itu. Bahkan beberapa hal darinya tidak bisa dikompromikan. Dulu aku memang tidak terbiasa tanpa kompromi dan juga sering kali tidak ingin membiarkan seseorang menjadi lebih dominan dari diriku. (Aaahh! Suamiku… Katakan padaku, aku masih bandel atau tidak?). Kalau sedang bercanda, sok bangga suamiku bisa mendominasiku. Dia bilang karena sang macan betina ini sudah ketemu pawangnya. Hehehe… Iya bener. Dan semoga akan selamanya seperti ini. Karena dari lubuk hati yang paling dalam, aku hanya ingin menjadi istri yang taat suami. Semoga ini bisa jadi tiketku kelak ke surga. Amiiinnn…

Hahahaha! Itu baru satu soal saja soal dominasi, guys. Iya suami lebih banyak dominannya dalam banyak hal. Harus diakui itu. Tapi alhamdulillah suamiku masih mau mendengarku bila aku punya pertimbangan atau pendapat yang berbeda darinya. (Thanks, huny…:*)

Ah… Dunia kami benar-benar baru. Kadang juga merasa kesulitan menyesuaikan ritme. Pernah juga merasa letih (ampuuunnnn padahal baru 3 bulan!). Letih dengan perjalanan beribu kilometer yang telah kami tempuh demi dunia baru kami. Bahkan pernah ingin protes, ‘Sisakan sedikit ruang untuk duniaku yang mana hanya ada aku dan hanya boleh aku saja yang ada disana!!’. Pernah juga pengen mogok lantaran suami klo diperhatikan malah tidak menyenangkan, rasanya pengen stop saja peduli padanya.Hahaha!

Tapi rasa-rasa gak menyenangkan itu hilang saat bisa menatap dalam matanya. Kadang tamu yang tidak diinginkan menetes dari sudut mata. Banjiiirr… Tentu tangis bahagia. Hilang semua rasa yang tidak menyenangkan saat usai sholat jama’ah (semoga amalan ini terjaga selamanya).
Dia… Segalanya. Dia.. Bahkan kadang aku masih gak sadar kalau sangat membutuhkannya. Karena dia anugerah terbesar dan terbaik dari Tuhan.
Hanya dia.. Aaahh! Pokoknya dia!;))

Yogyakarta, 02 November 2011

A lot of wishes for us. Semoga abadi dunia akhirat.